Sabtu, 06 Oktober 2012

TEKNIK PERCOBAAN BERBAHAYA PADA LABORATORIUM KIMIA



Percobaan-percobaan dalam laboratorium dapat meliputi berbagai jenis pekerjaan diantaranya mereaksikan bahan-bahan kimia, destilasi, ekstraksi, memasang peralatan, dan sebagainya.  Masing-masing teknik dapat mengandung bahaya yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Tentu saja bahan tersebut sangat berkaitan dengan penggunaan bahan dalam percobaan, sehingga susah untuk memisahkan bahaya antara teknik dan bahan. Walaupun demikian, dapat kiranya diuraikan secara tersendiri dan bersifat umum dari bahaya berbagai macam teknik dan bahan, sehingga memungkinkan untuk memperkecil dan memperkirakan bahaya yang dapat timbul dalam kaitanyya dengan teknik dan bahan yang digunakan.

A. Reaksi Kimia
Semua reaksi kimia menyangkut perubahan energi yang diwujudkan dalam bentuk panas. Kebanyakan reaksi kimia disertai dengan pelepasan panas (reaksi eksotermis), meskipun adapula beberapa reaksi kimi yang menyerap panas (reaksi endotermis). Bahaya dari suatu reaksi kimia terutama adalah karena proses pelepasan energi (panas) yang demikian banyak dan dalam kecepatan yang sangat tinggi, sehingga tidak terkendalikan dan bersifat destruktif (merusak) terhadap lingkungan, termasuk operator/orang yang melakukannya.
Banyak kejadian dan kecelakaan di dalam laboratorium sebagai akibat reaksi kimia yang hebat atau eksplosif (bersifat ledakan). Namun kecelakaan tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya pengertian atau apresiasi terhadap faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi kecepatan reaksi kimia. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan suatu reaksi kimia adalah konsentrasi pereaksi, kenaikan suhu reaksi, dan adanya katalis.
Sesuai denga hukum aksi masa, kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi zat pereaksi. Oleh karena itu, untuk percobaan-percobaan yang belum dikenal bahayanya, tidak dilakukan dengan konsetrasi pekat, melainkan konsentrasi pereaksi kira-kira 10% saja. Kalau reaksi telah dikenal bahayanya, maka konsetrasi pereaksi cukup 2 – 5 % saja sudah memadahi. Suatu contoh, apabila amonia pekat direaksikan dengan dimetil sulfat, maka reaksi akan bersifat eksplosif, akan tetapi tidak demikian apabila digunakan amonia encer.
Pengaruh suhu terhadap kecepatan reaksi kimia dapat diperkirakan dengan persamaan Arhenius, dimana kecepatan reaksi bertambah secara kesponensial dengan bertambahnya suhu. Secara kasar apabila suhu naik sebesar 10 oC, maka kecepatan reaksi akan naik menjadi dua kali. Atau apabila suhu reaksi mendadak naik 100 oC, ini berarti bahwa kecepatan reaksi mendadak naik berlipat 210 = 1024 kali. Di sinilah pentingnya untuk mengadakan  kendali terhadap suhu reaksi, misalnya dengan pendinginan apabila reaksi bersifat eksotermis. Suatu contoh asam meta‑nitrobenzensulfonat pada suhu sekitar 150 oC  akan meledak akibat reaksi penguraian eksotermis. Campuran kalium klorat, karbon, dan belerang menjadi eksplosif pada suhu tinggi atau jika kena tumbukan, pengadukan, atau gesekan (pemanasan pelarut). Dengan mengetahui pengarauh kedua faktor di atas maka secara umum dapatlah dilakukan pencegahan dan pengendalian terhadap reaksi-reaksi kimia yang mungkin bersifat eksplosif.

B. Pemanasan.
Pemanasan dapat dilakukan dengan listrik, gas, dan uap. Untuk laboratorium yang jauh dari sarana tersebut, kadang kala dipakai pula pemanas kompor biasa. Pemanasan tersebut biasanya digunakan untuk mempercepat reaksi, pelarutan, destilasi, maupun ekstraksi.
Untuk pemanasan pelarut-pelarut organik (titik didih di bawah 100 oC), seperti eter, metanol, alkohol, benzena, heksana, dan sebagainya, maka penggunaan penangas air adalah cara termurah dan aman. Pemanasan dengan api terbuka, meskipun dengan bagaimana api sekecil apapun, akan sangat berbahaya karena api tersebut dapat menyambar (meloncat) ke arah uap pelarut organik. Demikian juga pemanasan dengan hot plate juga berbahaya, karena suhu permukaan dapat jauh melebihi titik nyala pelarut organik.
Pemanasan pelarut yang bertitik didih lebih dari 100 oC, dapat dilakukan dengan aman apabila memakai labu gelas borosilikat dan pemanas listrik (heating matle). Pemanas tersebut   ukurannya harus sesuai besarnya labu gelas. Penangas minyak dapat pula dipakai meskipun agak kurang praktis. Walaupun demikian penangas pasir yang dipanaskan dengan terbuka, tetap berbahaya untuk bahan-bahan yang mudah teerbakar. Untuk keperluan pendidikan, pemanas bunsen dengan dilengkapi anyaman kawat (wire gause) cukup murah dan memadahi untuk bahan-bahan yang tidak mudah terbakar.


C. Destruksi.
Dalam analisis kimia terutama untuk mineral, tanah, atau makanan, diperlukan destruksi contoh agar komponen-komponen yang akan dianalisis terlepas dari matriks (senyawa-senyawa lain). Biasnya reaksi destruksi dilekukan dengan asam seperti asam sulfat pekat, asam nitrat, asam klorida tanpa atau ditambah atau ditambah peroksida seperti persulfat, perklorat, hidrogen peroksida, dan sebagainya. Selain itu, biasanya reaksi juga harus dipanaskan untuk mempermudah proses destruksi. Jelas dalam pekerjaan destruksi terkumpul beberapa faktor bahaya sekaligus, yaitu bahan berbahaya (eksplosif) dan kondisi suhu tinggi yang menambah tingkat bahaya.
Oleh karena itu, destruksi harus dilakukan amat berhati-hati, diantaranya adalah dengan:
1.      Pelajari dan ikuti prosedur kerja secara seksama, termasuk pengukuran jumlah reagen secara tepat dan cara  pemanasannya.
2.      Percobaan dilakukan dalam almari asam. Hati-hati dalam membuka dan menutup pintu almari asam pada saat proses destruksi berlangsung.
3.      Lindungi diri dengan kacamata/pelindugn muka dan sarung tangan pada setiap kali bekerja.
4.      Terutama bagi para pekerja baru atau yang belum berpengalaman, diperlukan supervisi atau konsultasi dengan yang lebih berpengalaman.
Dengan cara di atas akan dapat dicegah terjadinya ledakan yang dapat mengakibatkan luka oleh pecahan kaca atau percikan bahan-bahan kimia yang panas dan korosif.

D. Destilasi.
Destilasi merupakan proses gabungan antara pemanasan dan pendinginan uap yang terbentuk sehingga diperoleh cairan kembali yang murni. Bahaya pemanasan cairan dapat dihindari dengan memperhatikan sub-bab  pemanasan. Dalam pemanasan cairan biasanya ditambahkan batu didih (boililng chips), untuk mencegah pendidihan yang mendadak (bumping). Batu didih yang berpori perlu diganti setiap kali akan melakukan destilasi kembali. Untuk destilasi hampa udara (vacum destilation), aliran udara melalui kapiler ke dalam bagian bawah labu dapat merupakan pengganti batu didih.
Bahaya yang sering timbul dalam pendingin Leibig adalah kurang kuatnya selang air baik dari keran maupun yang menuju pipa pendingin. Lepasnya selang air dapat menyebabkan banjir dan proses pendinginan tidak berjalan dan uap cairan berhamburan ke dalam ruangan laboratorium. Oleh karena itu, terutama untuk destilasi yang terus-menerus atau sering ditinggalkan, hubungan selang dengan keran dan pipa pendingin perlu diikat dengan kawat.
Labu didih yang  terbuat dari gelas perlu dipilih yang kuat. Labu didih bekas atau yang telah lama dipakai, diperiksa terlebih dahulu terhadap kemungkinan adanya keretakan atau scratch. Hal ini penting, terlebih-lebih untuk destilasi vakum. Apabila pemanasan yang dipakai adalah penangas air, maka perlu diingat bahwa suhu permukaan bak penangas yang terbuat dari logam, dapat melebihi titik nyala dari pelarut yang dalam labu. Dengan demikian, harus dapat dihindarkan kontak antara cairan dengan permukaan penangas, baik pada saat mengisi labu destilasi dengan cairan maupun pemasangan atau pembongkaran peralatan destilasi.

E. Refluks.
Refluks juga merupakan gabungan anrara pemanasan cairan dan pendinginan uap, tetapi kondensat yang terbentuk dikembalikan ke dalam labu didih. Karena prosesnya mirip dengan destilasi, maka bahaya teknik tersebut serrta cara pencegahannya adalah sama dengan teknik destilasi.

F. Pengukuran Volume Cairan
Memipet cairan atau larutan dalam volume tertentu dengan pipet, secara umum tidak diperkenankan memakai mulut untuk menghindari bahaya tertelan dan kontaminasi. Uap dan gas beracun dapat larut dalam air ludah (saliva). Memakai pompa karet (rubber bulb) untuk mengisi pipet merupaian cara yang paling aman dan praktis, meskipun memerlukan sedikit latihan. Sedangkan untuk cairan yang korosif dapat dilakukan dengan pipet isap (hypodermic syringe).
Apabila menuangkan cairan korosif dari sebuah botol, lindungi label botol terhadap kerusakan oleh tetesan cairan.  Untuk menuangkan cairan ke dalam gelas ukur bermulut kecil, perlu dipakai corong gelas agar tidak tumpah.

G. Pendinginan.
Karbon dioksida padat (dry ice) dan nitrogen cair adalah pendingin yang sering dipakai. Keduanya dapat membakar atau “menggigit” kulit, sehingga dalam  penanganannya harus memakai sarung tangan dan pelindung mata. Karbon dioksida dapat dipakai bersama-sama dengan pelarut organik untuk menambah pendinginan. Karena banyak terbentuk gas (penguapan) maka pelarut yang digunakan harus nontoksik dan tidak mudah terbakar. Propana-2-ol lebih baik daripada pelarut organik terklonisasi atau aseton yang mudah terbakar.
Notrogen cair biasa dipakai sebagai “trap” uap air dalam destilasi vakum, agar air tidak merusak pompa. Dalam pendinginan tersebut udara dapat pula tersublimasi menjadi padat, termasuk oksigen dan hal ini berbahaya bila bercampur dengan bahan organik. Labu Dewar tempat nitrogen cair perlu  pula dilindungi dengan logam agar tidak berbahaya bila pecah.
Baik karbon dioksida mapun nitrogen  mempunyai berat jenis yang lebih berat daripada udara, sehingga dapat mendesak udara untuk pernafasan. Oleh karena itu, bekerja dengan kedua pendingin tersebut perlu dalam ruang yang berventilasi baik atau di ruang terbuka. Dalam transportasi di gedung bertingkat, keduanya sama sekali tidak boleh diangkut melewati lift penumpang. Kemacetan lift yang dapat terjadi sewakti-waktu, dapat berakibat fatal karena gas tersebut akan mendesak oksigen dan kematian tidak dapat dihindarkan.

H. Perlakuan Terhadap Silika.
Silika dalam bentuk partikel-partikel kecil yang terserap ke dalam paru-paru dapat menimbulkan penyakit silikosis. Percobaan-percobaan dalam kromatorgrafi lapis tipis, banyak memakai bubuk halus silika gel. Hindarkanlah bubuk halus tersebut, karena dapat terjadi hamburan di dalam ruang udara pernafasan kita.
Asbes juga merupakan sumber partikel silika dan dengan panjang serat sebesar 5 mikron sangat berbahaya. Asbes sebagai bahan isolasi panas dalam laboratorium perlu dilapisi lagi dengan bahan yang dapat mencegah partikel halus beterbangan di udara tempat kita bernafas.
Glass wool apabila tidak hancur tidaklah berbahaya bagi paru-paru. Akan tetapi serat-serat glass wool tersebut sangat halus dan tajam serta dapat masuk ke dalam kulit apabila dipegang langsung oleh tangan kita. Ini akan menimbulkan gatal-gatal atau sakit dan oleh karena itu memegang glass wool harus dengan penjepit dari logam atau plastik.

I. Perlakuan Terhadap Air Raksa.
Percobaan-percobaan dengan manometer atau polarografi selalu memakai air raksa yang cukup berbahaya karena sifat racunnya (NAB = 0,05 mg/m3). Tetesan-tetesan air raksa dapat melenting atau meloncat tanpa dapat dilihat oleh mata kita, dan pecah berhamburan di atas meja kerja. Partikel-partikel kecil ini juga sukar kita lihat apalagi kalau sampai masuk ke celah-celah atau retakan-retakan meja. Apabila tidak hati-hati, maka ruang di mana kita bekerja dapat jenuh dengan uap air raksa. Udara ruangan yang jenuh dengan uap air raksa berarti telah jauh melebihi nilai ambang batas (NAB) uap air raksa tersebut.
Untuk menghindari bahaya tesebut di atas, daerah kerja dengan air raksa  perlu dipasang dulang (tray) yang diisi air, agar percikan air raksa dapat dikumpulkan. Ventilasi yang baik sangat diperlukan, dan apabila tidak ada, maka bekerja dalam ruangan yang terbuka jauh lebih aman daripada dalam ruangan tertutup.


J. Bekerja Dengan Peralatan Sinar Ultraviolet  dan Sinar X.
Banyak pekerjaan yang dilakukan dengan peralatan yang memancarkan cahaya ultraviolet (UV) seperti spektrofotometer atau kromatografi lapis tipis (TLC). Cahaya ultraviolet dapat merusak, dan terutama kerusakan pada korena mata. Oleh karena itu, harus dapat dihindarkan keterpaan cahaya ultraviolet  pada mata, baik pada saat membuka peralatan spektrofotometer maupun pada saat menyinari noda-noda kromatografi lapis tipis (TLC) dengan cahaya ultraviolet.
Peralatan yang memakai sinar-X, seperti fluoresensi atau difraksi sinar-X, lebih berbahaya lagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Sinar-X mempunyai daya tembus yang kuat dan dapat merusak sel-sel tubuh. Usaha untuk menghindari serta melindungi diri terhadap kemungkinan keterpaan radiasi sinar-X (yang tak dapat dilihat oleh mata) merupakan suatu keharusan dalam bekerja dengan peralatan tersebut.
Dengan sendirinya, hal yang sama pula dilakukan bila kita bekerja dengan peralatan yang memancarkan sinar gamma yang lebih kuat daripada snar-X.

Rabu, 13 Juni 2012

teori konstruktivistik


Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selain itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Pembentukan pengetahuan menurut model konstruktivisme memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi (Piaget,1988:60).
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa (Suparno, 1997 : 81).
Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya (outcome) juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu. Pengetahuan yang ditransformasikan diciptakan dan dirumuskan kembali (created and recreated), bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Bentuknya bisa objektif maupun subjektif, berorientasi pada penggunaan fungsi konvergen dan divergen otak manusia ( Semiawan, 2001: 6 ).
Pengetahuan dalam pengertian konstruktivisme tidak dibatasi pada pengetahuan yang logis dan tinggi. Pengetahuan di sini juga dapat mengacu pada pembentukan gagasan, gambaran, pandangan akan sesuatu atau gejala sederhana. Dalam konstruktivisme, pengalaman dan lingkungan kadang punya arti lain dengan arti sehari-hari. Pengalaman tidak harus selalu pengalaman fisis seseorang seperti melihat, merasakan dengan indranya, tetapi dapat pula pengalaman mental yaitu berinteraksi secara pikiran dengan suatu obyek (Suparno, 1997 : 80). Dalam konstruktivisme kita sendiri yang aktif dalam mengembangkan pengetahuan.
Hakikat pembelajaran Konstruktivistik
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Pranata,.)
Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya.
Aspek-aspek Pembelajaran Konstruktivistik
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation), konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut oleh J. Piaget bermakna yaitu adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
Akomodasi, dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang ini oleh Vygotskian disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti membrikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal meraih keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi menjadi optimum.
Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Dua prinsip penting yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah: (1), mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan, (2) zona of proximal development. Pembelajar sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan social pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, funsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka. Zona of proximal development adalah daerah antar tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara social dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi.dalam hal ini pebelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Pembelajaran yang sifatnya kooperatif (cooperative learning) ini muncul ketika siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan belajar yang diinginka oleh siswa. Pengelolaan kelas menurut cooperative learning bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan niat dan kiat bekerja sama dan berinteraksi dengna siswa yang lain. Ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas yaitu: pengelompokan, semangar kooperatif dan penataan kelas.
Paradigma konstruktivisme dalam pembelajaran
  1. Memahami paradigma konstruktivisme
Dalam pembahasan pembelajaran, pengkajian yang mendalam tentang paradigma konstruktivisme merupakan suau tuntutan baru di tengah terjadinya perubahan besar dalam memaknai proses pendidikan dan pembelajaran. Pergeseran paradigm pembelajaran yang sebelumnya lebih menitikberatkan pada peran guru, fasilitator, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau siswa dalam mengambil inisiatif dan partisipasi di dalam kegiatan belajar. Dalam kajian filsafat, berkembangnya konstruktivisme tidak terlepas dari perubahan pandangan yang cukup lama menenpatkan pengetahuan sebagai representasi (gambaran atau ungkapan) kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme).
Dalam mencermati realitas kehidupan sehari-hari para konstruktivis mempercayai bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusaha mengetahui. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak (seorang guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswa sendirilah yang mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Lorsbach & tobin, 1992).
Suatu ha yang sangat penting adalah pandangan konstruktivisme yang memberikan tempat yang luas bagi perkembangannya pemikiran-pemikiran baru sebagai akibat perubahan lingkungan dan perkembangan seseorang. Sebagai contoh pengetahua tentag kucing, bukanlah pengetahuan yang sekali terjadi, tetapi merupakan proses untuk semakin tahu. Ketika kita masih kecil, kita sering bermain-main dengan kucing, menjamah dan memeluknya, dan hal tersebut seringkai kita lakukan. Melalui pengalaman tersebut kita menkonstruksi pengetahuan tentang kucing, sejauh dapat kita rekamdari pengalaman. Demikian itu terjadi secara terus menerus sehingga pembentukan pengetahuan kita terhadap sesuatu obyek semakin kokoh, denga semakin banyaknya interaksi kita dengan lingkungan.
Dalam sebuah kesimpulannya Glaserfeld dan Kitchener (1987) memberikan penekanan tentang 3 hal mendasar berkaitan dengan pemahaman terhadap gagasan konstruktivisme, yaitu :
  1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupaka konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
  2. Subjek merupakan skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
  3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan, dan konsepsi itu berlaku bila berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
  1. Implikasi Konstruktvisme dalam pembelajaran
Konstruktivisme memandang kegiatan belajar merupakan kegiatan aktif siswa dalam upaya menemukan pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan merupakan kegiatan mekanistik untuk mengumpulkan informasi atau fakta. Dalam proses pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya sendiri.
Mencermati peran keaktifan siswa yang sangat penting di dalam konstruktivisme, ada baiknya kita membandingkan dengan pandangan behaviorisme. Dalam pandangan behaviorisme belajar lebih merupakan aktivitas pengumpulan informasi yang diperkuat oleh lingkungannya, sedangkan konstruktivis, pengetahuan itu adalah kegiatan kegiatan aktif siswa meneliti lingkungannya.
Meskipun menurut pandangan konstruktivis upaya membangun pengetahuan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan belajar yang ia lakukan, namun peran guru tetap menempati arti penting dalam pembelajaran. Dalam pandangan ini, mengajar memang tidak hanya diartikan menyampaikan informasi, akan tetapi lebih menitikberatkan perannya sebagai mediator dan fasilitator.

Sabtu, 19 Mei 2012

radiokimia


1
Radiokimia
Banyak kegiatan industri dan kesehatan yang berhubungan dengan radioaktifitas, misalnya melokalisasi letak kebocoran pipa saluran minyak atau tanggul suatu bendungan dengan menggunakan isotop. Penggunaan bahan atau alat-alat radioaktif dapat menyebabkan terkontaminasinya lingkungan oleh radiasi. Terjadinya terkontaminasi ini disebabkan oleh tumpahnya zat radioaktif yang berbentuk cair atau serbuk, bocornya tempat radioaktif yang berbentuk gas dan hilangnya zat radioaktif dalam bentuk padatan. Kontaminasi dapat dikurangi dengan berbagai cara diantaranya petugas radiasi harus dilengkapi dengan alat-alat dosimetri, alat-alat monitor, perisai dan perlengkapan proteksi radiasi lainnya. Radiokimia yaitu cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang sifat dan perubahan dari unsur, senyawa, atau bahan yang mengandung radioisotop.
a.      Peluruhan radioaktif secara spontan
Radioaktif alamiah ditemukan secara kebetulan oleh seorang ahli fisika bangsa Prancis Antonie Henri Becquerel (1852-1908). Becquerel menemukan bahwa apabila garam uranium diletakkan diatas plat fotograpi, palt tersebut akan mejadi hitam sama seperti plat yang terkena sinar X. Dia menduga bahwa uranium secara spontan mengeluarkan radiasi yang menyebabkan plat menjadi hitam. Selain itu, dua temannya Pierre dan Marrie Currie , berhasil mengisolasi dua unsur rasioaktif lainnya, dari bijih uranium yaitu polarium (Po) daripada uranium. Untuk penemuan mereka Becquerel dan Curie mendapatkan hadiah nobel dalam bidang fisika pada tahun 1903. Radiasi yang dipancarkan dari unsur radioaktif terdiri dari tiga macam partikel yaitu :
§      Partikel alfa (a)
Partikel alfa bermuatan positif, apabila suatu zat memancarkan sinar alfa, maka akan terjadi perubahan muatan dalam inti sehingga terjadi perubahan nomor atom, misalnya inti uranium 23892 U secara spontan memancarkan sinar alfa maka uranium akan kehilangan dua unit muatan positif dan empat unit massa dari atomnya dan menghasilkan isotop 23490 Th. Jadi. Pemancaran partikel alfa mengubah atom uranium menjadi thorium dikatakan 23892 U meluruh menjadi 23490 Th.
Perubahan yang terjadi selama reaksi inti seperti peluruhan dari uranium dapat diperlihatkan dalam suatu persamaan nuklir yaitu :
                        23892 U                 42 He + 23490 Th
                                                   Partikel alfa
§      Partikel beta (b)
Sinar betabermuatan negatif, sama seperti sinar alfa, Sinar beta juga mengalami peluruhan, pada saat suatu zat memancarkan secara spontan sinar beta. Thorium yang dihasilkan pada peluruhan 23892  U juga radioaktif dan meluruh dengan memancarkan sinar beta. Persamaan nuklir untuk perubahan ini adalah :
                        23490 Th               0-1 e + 23491 Pa
                                                   Partikel beta
Jadi, pemancaran beta menyebabkan kenaikan nomor atom. Satu unit, tetapi tidak ada perubahan masa. Penyebabnya adaalh neutron berubah menjadi proton.

§      Partikel Gamma (g)
Partikel gamma tidak bermuatan. Radiasi gamma yaitu tidak lebih dari bentuk yang sangat energik dari radiasi elektromagnetik, pemancaran gamma dari inti tidak mengubah nomor muatan atau nomor massa atom sehingga reaksi gamma sering dihilangkan dari persamaan nuklir.
Mengeniai reaksi nuklir dan penguraian radioaktif, sering sekali dipakai istialh tertentu seperti nuklida, istilah umum yang dipakai apabila menunjukkan inti dari isotop tertentu. Inti radioaktif disebut radionuklida dan atom yang mempunyai inti seperti itu disebut radioisotop. Pada peluruhan radioaktif, isotop yang meluruh dinamakan isotop induk dan isotop yang terbentuk disebut anak. Jadi, pada peluruhan uranium -238, nuklida 23892 U adalah induk dan 23490 Th adalah anak. Sedangkan deret peluruhan berlangsung secara terus-menerus sampai terjadi suatu unsur atau isotop yang stabil (tidak radioaktif). Seluruh skema dimana suatu isotop terurai menjadi isotop lain dan seterusnya disebut deret radioaktif atau deret peluruhan.

Persamaan schrődinger



A.    Persamaan Schrődinger Bergantung Waktu
Dalam mekanika kuantum fungsi gelombang ψ bersesuaian dengan variabel gelombang y pada umumnya. Namun, ψ tidak seperti y, bukanlah suatu kuantitas yang dapat diukur sehingga dapat berupa kuantitas kompleks. Karena itu, ψ dianggap dalam arah x dinyatakan oleh :
ψ = Ae-(t-x/v)  …………………………………………………………….. (1)
jika ω dalam rumus tersebut dengan 2πν dan v dengan λν, diperoleh :
ψ = Ae-2πνi(νt-x/λ) …………………………………………………………… (2)
karena telah diketahui hubungan ν dan λ dinyatakan dalam energi total E dan momentum p dari partikel yang diperikan oleh ψ.
Karena :
                                    E = hν = 2ħυ
Dan
                                    λ=
Diperoleh :
ψ = Ae-(i/ħ)(Et-px) …………………………………………………………… (3)
Persamaan 3 merupakan pemerian matematis gelombang ekivalen dari partikel bebas yang berenergi total E dan bermomentum p yang bergerak dalam arah +x, sama seperti persamaan
y= Ae-iω(t-x/υ) yang menyatakan kuantitas kompleks yang lebih dikenal dengan rumus
y= A cos ω yang merupakam pemerian dari pergeseran harmonik gelombang bebas sepanjang tali terpentang.
Pernyataan fungsi gelombang ψ pada persamaan 3 hanya untuk partikel yang bergerak bebas. Persamaan gelombang ψ dapat didiferensialkan untuk memperoleh persamaan Schrodinger, dengan mendiferensialkan persamaan 3 dua kali terhadap  x menghasilkan :
 ……………………………………………………………….(4)
Dan sekali terhadap t, menghasilkan
 …………………………………………………………………(5)
Untuk kelajuan yang kecil terhadap kelajuan cahaya, energi total partikel ialah jumlah dari energi kinetik p2/2m dan energi potensial Ep, dengan Ep pada umumnya merupakan fungsi kedudukan x dan waktu t :
E =   ………………………………………………………………..(6)
Fungsi Ep menyatakan pengaruh dari sisa semesta pada partikel, misalnya dalam kasus elektron dalam atom hydrogen, hanya medan inti yang diperhitungkan. Kalikan kedua suku pada persamaan (6) dengan fungsi gelombang ψ menghasilkan :
Eψ =
 …………………………………………………………….(7)
Dari persamaan (4) dan (5) dilihat bahwa :
Eψ =  ………………………………………………………………….(8)
Dan
P2ψ = ……………………………………………………………….(9)
Substitusikan pernyataan untuk Eψ dan p2ψ dalam persamaan (7) diperoleh :
ψ……………….(10)          (persamaan schrodinger bergantung waktu dalam satu dimensi).
Persamaan (10) adalah persamaan schrodinger yang bergantung waktu, dalam tiga dimensi persamaan schrodinger bewrgantung waktu ialah :
Dimana energi potensial partikel Ep merupakan fungsi dari x, y, z dan t.  Setiap pembatasan yang dapat membatasi gerak partikel dapat mempengaruhi fungsi energi potensial Ep.   
B.     Persmaan Schrődinger Bebas waktu
Jika fungsi potensial tidak bergantung waktu, bagaimanakah bentuk persamaan Schroedinger untuk kasus dengan potensial bebas waktu V(x)?
Untuk kasus seperti itu persamaan gelombang Schroedinger

 Bila dilakukan separasi variable (pemisahan peubah) dalam solusi persamaan di atas sehingga
𝜓
 lalu substitusikan dalam persamaan Schroedinger bebas waktu menghasilkan :
Dan dapat ditulis dalam bentuk :
Dari persamaan di atas jelas terlihat bahwa ruas kiri dari persamaan tersebut hanya mengandung variable x, dan ruas tengah hanya mengandung variable t. Sedangkan persamaan itu berlaku untuk semua harga x maupun t. Hal ini hanya berlaku jika ruas kiri dan ruas tengah selalu bernilai  

Dengan demikian dapat diperoleh dua persamaan berikut :
Solusi dari persamaan dengan  G = E, yang merupakan energy total partikel yang direpresentasikan oleh fungsi gelombang . Berikut penjelasannya :
Perhatikan persamaan   

Dan  
Lalu bandingkan dengan persamaan :
, maka dapat diungkapkan : sehingga otomatis nilai G sama besarnya dengan energi total partikel E.  Dengan demikian untuk kasus dengan fungsi potensial tidak bergantung waktu, diperoleh persamaan Schroedinger bebas waktu (PSBW):
Dengan fungsi gelombang total :
Persamaan
, yang dapat ditulis sebagai , dinamakan persamaan harga eigen, dan harga tetap E yang merupakan solusi yang dikenal sebagai nama persamaan karakteristik, suatu topik penting dalam pembelajaran tentang persamaan diferensial.