Senin, 07 Mei 2012

MENGEJAR KEIKHLASAN CINTA



Arman menatap jam dinding, waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi, sudah 4 jam yang lalu ia duduk khusyuk memeriksa tugas anak didiknya yang dikiri lewat email. Pemuda berbadan kekar ini memang tidak menyukai mengulur- ngulur tanggung jawabnya, sebagai dosen dan ia termasuk Dosen yang tidak sukaasal memberi nilai pada anak didiknya. Ia menghela napas panjang, jari-jari kekarnya menekan tuts keyboard. Sesaat kemudian, ia sudah men-shut down komputernya. Mati.
Ya, sudah 2 tahun ini, Arman menjalani status barunya sebagai sorang Dosen di sebuah universitas, selain sebagai pengusaha yang dikenal sebagai pemilik cafetaria “sedap” yang terkenal dengan kelezatan dan keramahan pelayanannya. Arman merebahkan tubuh atletisnya di dipan, pikirannya menerawang mengingat masa-masa pahitnya sebagai anak yang dilahirkan dari keluarga yang makan untuk sehari pun harus bekerja sepanjang hari dan 5 kakak-kakak perempuannya yang menikah cepat karena tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah, si kecil Arman tidak pernah bercita-cita untuk bisa menginjak bangku SMA karena mengingat susahnya mencari uang untuk sekedar makan. Tapi, itu adalah masa lalu yang kelam, kegigihannya untuk merubah hidup membuatnya berhasil saat ini. Ia bersyukur. Sesaat kemudian ia terlelap.Pukul 3 pagi Arman kembali terbangun, mengambil air wudhu, menunaikan shalat malam yang telah menjadi kebiasaanya sejak SMA. Ya Rabb,,,
***
“ Arman, kapan menyusul nih?” tanya Ahmad ketika menyerahkan undangan pernikahannya.
Arman tersenyum.
 Ahmad adalah teman seperjuangannya, sejak kecil Arman telah mengenal sosok Ahmad, si kecil dari keluarga terpandang, yang kini telah bekerja di sebuah instansi milik pemerintah.
“selamat ya Ahmad, mungkin jodohnya ana belum datang neh, masih malu-malu ketemu ma abangnya” canda Arman.
“huh! Bilang aja, masih belum kepengen nikah!” ujar Ahmad nyengir.
Mereka berdua tertawa.
***
Kilasan kejadian beberapa waktu lalu membuat Arman mendesah. Hampir semua teman seangkatannya sudah menikah. Memang, untuk laki-laki yang umurnya sudah menginjak 27 tahun memang layak memiliki pendamping hidup, tapi Arman masih tidak ingin menikah untuk saat ini, Ia tidak ingin perempuan yang dinikahinya hanya melihat keberhasilannya saat ini, ia ingin istrinya kelak bisa menerima dia apa adanya, melihat Arman dari bentuk yang sederhana bukan dari glamour popularitasnya yang menanjak seperti roket.
***
 “ lama nunggu ya, Arman?” tanya Khalid, teman satu organisasinya dulu di Lembaga Dakwah kampus.
Khalid tersenyum.
“ana juga baru datang”
Mereka berdua duduk di kursi paling sudut di cafetaria milik Arman.
“tumben ente telepon ana sepagi ini, Man”
Arman menunduk.
“ pasti soal nikah ya?”tebak Khalid.
“kok tahu!” ujar Arman berbinar.
Khalid terkekeh, “Arman,,,Arman,,, itu mudah ditebak kok!, masa seorang Arman yang sudah mapan, agama alhamdulillah juga bagus,umur pun sudah layak untuk menikah”
“ ya, akh! Ana lagi gundah,,,”
“boleh ana tebak?” potong Khalid.
Arman mengangguk.
“ masih nunggu Irma ya?”
Arman kembali mengangguk.
Khalid mengkerutkan keningnya, menatap tajam sahabatnya.
“Arman, jangan nunggu seseorang yang belum jelas, Irma sudah menghilang dari kehidupan kita sejak 2 tahun yang lalu!!” Khalid menegaskan.
Arman menunduk, seperti sedang divonis oleh pengadilan
“ tapi menurut ana, Cuma Irma yang bisa menggaet hati ana, kesederhanaannya, sopan satunnya, ana tahu Irma tak secantik, cewek-cewek yang sengaja mendekati ana sekarang ini” jelas Arman.
“ya terserah mas Arman aja, ana cuma bisa menasihati dan membantu seadaanya selebihnya itu kembali sama mas Arman sendiri tapi satu hal yang ana mau bilang lupain Irma, lupain Irma” jelas Khalid menambahkan.
Khalid menatap lekat Arman yang masih tertunduk, ada sedikit nanar dihatinya,memang tidak salah Arman mengharapkan Irma menjadi pendamping hidupnya, akhwat yang sederhana dan cekatan dan  Arman yang dikenalnya sebagai seorang yang gigih, yang tidak pernah mengeluh, Arman yang selalu dipuji oleh para wanita, Arman yang bentuk fisiknya hampir sempurna, tinggi, putih, badan tegap dan kekar dengan face yang mendukung pula, siapapun akan sulit melupakan wajahnya dan tentunya idaman kaum hawa tentu mereka akan menjadi pasangan yang sangat serasi, Arman, Arman dan Arman yang pernah membuatnya iri dengan kesmpurnaan yang dia miliki, tapi inilah Arman yang rapuh karena cinta.
***
 Hari berikutnya Arman mengajak Khalid untuk bertemu kedua kalinya di cafetaria milik Arman.
“Khalid, ana sudah memikirkan ucapan Akhi yang kemarin, memang gak seharusnya ana terlalu berharap dengan Irma, gak seharusnya pengharapan ini membuat hati ana tertutup untuk mencari pendamping hidup” ujar Arman panjang lebar.
Khalid tersenyum.
“ nah! Ini Arman yang ana kenal, insya Allah ana bantu” ujar Khalid berjanji seraya menepuk-nepuk bahu sahabatnya.
Mereka berdua menyerut es jeruk bersamaan, tersenyum. Ada titik terang.
***
Seminggu berselang, Khalid datang langsung ke rumah Arman yang baru dibelinya 6 bulan yang lalu, rumah sederhana itu seakan tidak mencermikan gemerlap kesuksesan Arman saat ini, tapi lebih condong menggambarkan kesedarhanaan pemiliknya.
Arman yang kebetulan sedang duduk membaca sebuah buku, segera berdiri menyambut kedatangan Khalid sahabatnya.
“assalammu’alaikum”
“wa’alaikumsaalam”
Mereka berdua berjabat tangan.
“silahkan duduk akhi,,, tunggu sebentar ana ambil minum dulu”
“gak usah repot-repot Man,,,!”
“gak apa-apa, tunggu sebentar ya!”
Arman masuk, meninggalkan Khalid yang duduk di beranda depan.
Sesaat kemudian Arman sudah datang dengan secangkir teh dan beberapa makanan ringan.
“aduh!Man, jadi ngerepotin”
Arman tersenyum.
“ ini kek yang dibilang repot!”
Arman kemudian duduk disamping Khalid,  beberapa kertas putih dikeluarkan Khalid di tas ransel hijau lumut miliknya.
“Arman, ini ada biodata seorang akhwat, pokoknya insya Allah gak meragukan deh!”Khalid membuka pembicaraan.
Arman menerima 2 buah kertas yang berisi biodata seorang akhwat.AISYAH HUMAIRA
“gimana menurut ente ?”
 “Humaira, umur 23 tahun bekerja sebagai guru TK di sebuah kota pinggiran, memiliki kemampuan berbahasa arab dan inggris, menguasai tafsir qur’an,,,bla,,,bla,,,”
“gimana Man?”
“ana coba dah ta’aruf ma akhwat pilihan ente”
***
Tidak  perlu membutuhkan waktu yang lama, Khalid segera mempertemukan mereka berdua di cafetaria milik Arman, dengan ditemani kakaknya, ta’aruf itu pun berakhir setelah satu jam mereka berbincang-bincang tentang kehidupan mereka masing-masing.
***
3 minggu berlalu terasa begitu cepat menurut Arman, Ia mencoba memantapkan hatinya dengan akhwat yang saat ini ta’aruf dengannya, Humaira. Semuanya berlalu begitu cepat, mereka bertemu disebuah kafe dekat Arman mengajar, mereka berdua sepakat untuk meneruskan semuanya kejenjang yang lebih serius.
Proses pelamaran, persiapan pernikahan pun tidak ada kendala yang berarti, semuanya berjalan sesuai rencana, tapi pengharapan itu masih bersarang dihati Arman, ia masih berharap dengan kedatangan Irma.
Ketika semuanya hampir beres, perasaan itu kembali mengganjal ketika Irma  datang kembali dalam kehidupan Arman, membantunya unuk menyiapkan persiapan acara yang begitu sakral buat pasangan yang ingin menikah.
“wah!selamat ya mas Arman, gak nyangka mas Arman menikah dengan teman ana”
Deg! TEMAN??
Seandainya, kau datang lebih cepat pernikahan ini mungkin ini takkan terjadi, seandainya kau datang lebih cepat, mungkin saat ini kau yang akan bersanding denganku, mengarungi bahtera rumah tangga bersama-sama. Ah! seandainya,,,
***
Haruskah aku meneruskan pernikahan ini, haruskah aku membiarkan perasaan ini bergejolak, haruskah aku tetap belajar untuk mencintai Humaira,,, haruskah,,, haruskah,,,????
“Arman, jangan ada yang menghalangimu untuk tidak melanjutkan pernikahan ini,sungguh memalukan bila ente melakukan itu, ente pikirkan kedepannya bila pernikahan ini batal, jangan mengikuti nafsu ente saja. Irma mungkin bukan jodoh ente,,, jangan terlampau berharap,,, Allah Maha Mengetahui mana yang terbaik buat hambanya dan hapuslah nama Irma dihati ente, jangan sampai itu nantinya menjadi masalah dalam rumah tangga ente dengan Humaira” Khalid menasehati seakan mampu membaca pikiran yang sedang mengganggu pikiran sahabatnya.
 Arman terdiam sejenak.
“akhi benar, tidak seharusnya ana terlalu berharap, Irma mungkin bukan pilihan terbaik menurut Allah”
Arman tersadar, memang tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, ia tidak seharusnya terlalu berharap dengan Irma, Irma bukan jodohnya, tapi Humaira-lah yang akan menjadi pendampingnya, belajar untuk ikhlas dan belajar untuk mencintai calon istrinya, HUMAIRA. Subhanallah, mengapa ini tidak pernah terbersit sebelumnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar